Sabtu, 05 Desember 2009

Lahir dan Mati dalam Islam

-Intan Khuratul Aini-

Saya beragama Islam. Saya terlahir sebagai seorang muslim. Saya berasal dari keluarga yang beragama Islam. Bisa juga dikatakan saya memeluk Islam hanya karena keturunan atau sebagai agama yang diwariskan oleh orang tua saya. Tetapi sesungguhnya saya amat sangat bersyukur akan keadaan ini karena dengan beragama Islam sejak lahir ini berarti saya sudah berada di jalan yang benar sejak lahir pula. Ya, terlahir sebagai seorang muslim merupakan anugerah terbesar yang saya dapatkan di hidup saya.

Menjadi seorang muslim apalagi karena factor turunan saja sebenarnya tidak cukup. Kita harus lebih mendalami dan mempelajari Islam agar kita tidak melakukan kemusyrikan. Ilmu yang kita dapat semenjak kecil dari orang tua dan keluarga lalu ditambah dengan pendidikan agama yang kita peroleh dari sekolah tidak cukup juga. Kita harus lebih menggali dan mencari tahu tentang keagungan Islam agar kita merasa yakin dan semakin bangga menjadi seorang muslim.

Bila akhirnya kita telah yakin dan bangga maka kita, InsyaAllah akan terus berada di jalan yang benar ini sampai akhir hayat kita. Kita terlahir dalam sebuah agama yang benar maka saat mati pun hendaklah kita tetap dalam agama yang benar agar kita tidak termasuk dalam orang-orang yang merugi. Jangan pernah menjadi murtad. Lahir sebagai Islam maka mati pun dalam Islam.

“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata) " Hai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk Islam".

Al-baqarah:132

Jumat, 04 Desember 2009

Dia dalam Sekejap

-Intan Khuratul Aini-

Dia baru saja selesai menghabiskan siomay-nya dan meneguk habis orage juice pesanannya ketika dua sahabatnya sibuk membahas film terbaru yang akan mereka nonton. Dia bangkit dari tempat duduknya di kantin dan pamit pada temannya untuk pulang duluan. Dia tidak menghiraukan keluhan temannya karena ia pulang mendahului mereka.

...

Dia berjalan menyusuri lorong yang menghubungkan antara kantin dan jurusannya seorang diri. Ia hendak menuju ke jurusannya untuk melihat pengumuman terbaru tentang kelas tambahan Pengantar Arsitek-nya.

...

Selesai melihat itu dia kembali berjalan sendirian dan kali ini ke foto copy kampusnya untuk memfotocopy materi kuliah yang tidak ia ikuti sebanyak dua kali pertemuan. Selama perjalanan menuju foto-copy ia berpapasan dengan Alena, teman satu angkatannya yang sama-sama mengambil mata kuliah Fisika Dasar. Alena menegurnya dan tersenyum manis padanya tetapi ia hanya melihat sekilas saja tanpa membalas senyuman gadis manis itu. Dia berpapasan dengan Yudi, abang letingnya yang konon pernah naksir padanya dan dia hanya mengalihkan pandangan agar tak usah repot-repot menyapa. Dia berpapasan dengan Merlin, kakak letting yang mengulang mata kuliah Pengantar Arsitek dan mereka sempat mengobrol sebentar tentang kelas tambahan mata kuliah tersebut. Selanjutnya ia terus berjalan dengan cepat dan sampai di foto copy.

...

Selesai di urusan foto-copy ponselnya bordering. Ia mengangkatnya. Lama. Ia keluar dari foto-copy sambil tetap mendengarkan seseorang yang terus bercerita di seberang sana. Lebih tepatnya mengeluh, memaki dan marah. Dia capek. Dia kesal mendengar hal yang sama terus berulang-ulang. Ia hanya mendengar tanpa menanggapi, dan akhirnya berujar.

“aku harus masuk kelas dulu, Ma”

...

Dia baru saja keluar dari gerbang kampus, lalu berjalan keluar arena Universitas tuk menemukan kios yang menjual pulsa.

Sesampainya di sana, ia segera memberikan selembar uang Rp20.000 dan selembar uang Rp1000 kepada abang penjaga counter pulsa. Ia menuju halte yang sepi. Mengambil ponsel dan menekan beberapa tombol. Menaruh ponsel itu ke telinganya dan menunggu nada sambung.

Setelah mendengar kata “halo” di seberang sana ia langsung menyerbu.

“Pa, aku capek dengan keadaan ini. Aku capek dengerin papa dan mama barentem. Terserah deh kalian mau ngapain. Terserah juga papa mau cerai-in mama atau malah menikah ama perempuan jalang itu. Yang jelas jangan ganggu aku. Bosen kupingku dengerin kalian perang terus. Mendingan papa pergi aja. Aku juga gak butuh papa kok”

Dia langsung mematikan poselnya tanpa menunggu perkataan apa yang akan Papanya lontarkan. Papanya marah besar.

...

Dia menekan beberapa tombol lagi. Nada sambung. Lama. Dia berjalan menuruni halte. Dan…

“Ma. Aku Cuma mau bilang, aku muak dengan segala ocehan Mama. Aku muak dengan sikap mama yang lemah. Aku muak ama kalian.” Sembari menyeberangi jalan yang lumayan lenggang siang itu

“Dan, aku lebih baik menjauh aja dari kalian berdua…


Ciiiitttt……….. Bruk!!!


Sebuah truk yang berkecepatan tinggi menabrak sosoknya dan dia terseret kedalam bagian bawah truk dengan kepala dan tubuh yang berceceran. Kalimat terakhir yang dia dengar hanyalah “Anak kurang ajar. Aku nyesal punya anak kayak kamu. Lebih baik kamu mati” dari mulut seorang wanita yang melahirkannya.

Karena Mencintai

” Aku mencintaimu”


Itulah kalimat terakhir yang ia dengar dari mulut seorang pria yang kini telah pergi meninggalkannya. Pria yang telah menemani harinya sepanjang hidupnya. Pria yang selalu ada untuknya disaat ia sedih dan senang. Tapi keangkuhannya membuat ia tak mau mengucapkan kata yang sama kepada pria tersebut. Ia menganggap sudah selayaknya ia mendapatkan cinta dan kasih sayang dari pria itu. Sudah sepatutnya ia dimanja dan diperhatikan sebegitu baiknya. Egonya berkata ia hanya perlu menerima karena itu merupakan keharusan pria tersebut. Hal yang tak pernah ia ketahui adalah bahwa pria tersebut mencintainya bukanlah karena suatu keharusan atau keterpaksaan karena hal seperti itu bukanlah cinta. Pria tersebut mencintainya dengan tulus dan tanpa alasan apapun. Pria itu menyayangi, memberi perhatian yang benar-benar tulus dan terbaik yang bisa ia berikan. Walaupun sikap gadis tersebut tidak begitu hangat terhadapnya ia tak peduli karena cinta ini tak mengharap pamrih.


Gadis itu kini tak bisa berbuat apa-apa lagi. Kini yang ia rasakan hanyalah penyesalan. Karena ia tak pernah menunjukkan perasaan yang sama terhadap pria tersebut. Perasaan yang sesungguhnya ia miliki namun terlalu angkuh ia tunjukkan. Gadis itu meneteskan air matanya yang tentunya tak berarti lagi kini. Pria itu tak bisa lagi melihatnya. Tak bisa lagi merasakan perasaan cintanya yang ingin sekali ia berikan. Gadis itu hanya bisa menyesal. Memaki kebodohannya yang telah menutup mata dan hatinya. Pria itu benar-benar mencintainya. Satu-satunya orang yang cintanya begitu besar untuknya yang kini tak mungkin ia rasakan lagi. Pria tersebut telah pergi selamanya dari hidupnya. Meninggalkan warisan harta melimpah dan status baru untuk si gadis. Tetesan air mata si gadis mengartikan bahwa ia lebih baik hidup tanpa apa-apa asalkan harinya bisa kembali ditemani oleh pria yang sangat ia cintai itu. Seorang pria yang telah menjadi ayahnya selama 20 tahun.